Ekonomi global menghadapi tantangan yang signifikan di tahun 2024 ini. Menurut data World Bank dan analisa dari McKinsey & Company, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sekitar 2,6% tahun ini, lebih lemah dari rata-rata kondisi pra-COVID sebesar 3,1%. Beberapa faktor berkontribusi terhadap lambatnya pemulihan ini, antara lain inflasi yang sedang berlangsung, penerapan pajak baru dimana-mana, suku bunga yang tinggi dan ketidakstabilan geopolitik. Meningkatnya ketegangan global, seperti perang Rusia-Ukraina, hubungan China-Taiwan, dan Timur Tengah yang semakin meluas, meskipun menurut analis dari Texas A&M University belum akan menyebabkan perang dunia ketiga, tetapi sangat mungkin menyebabkan krisis yang cukup signifikan. Di negara kita saja, berita tentang PHK masal terjadi terus menerus dan lapangan kerja semakin sempit.
Oleh karena itu kita perlu mempersiapkan diri, terutama mempersiapkan gaya hidup kita untuk semakin mandiri. Self-Sufficient jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah Swasembada yang berarti kemandirian dan meminimalkan ketergantungan pada sumber daya eksternal dan memaksimalkan kemampuan internal untuk memenuhi kebutuhan dan berkembang. Ini sebetulnya bisa diterapkan dalam konteks negara, keluarga, dan individu.
Swasembada di tingkat Negara
Di tingkat negara, swasembada mengacu pada kemampuan suatu negara untuk mempertahankan dirinya sendiri tanpa terlalu bergantung pada negara lain untuk sumber daya penting. Ini melibatkan:
- Kemandirian Ekonomi: Memproduksi barang dan jasa yang cukup di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan penduduk, mengurangi ketergantungan pada impor.
- Kemandirian Energi: Menghasilkan energi yang cukup melalui sumber domestik, seperti energi terbarukan (matahari, angin, air), bahan bakar fosil, atau tenaga nuklir.
- Ketahanan Pangan: Menanam makanan lokal yang cukup untuk memberi makan penduduk tanpa bergantung pada impor pangan.
- Kemampuan Pertahanan: Kemampuan untuk melindungi negara dan mempertahankan kedaulatan tanpa terlalu bergantung pada bantuan militer asing.
Menurut data Frontiers Journal on Food Security in ASEAN tahun 2023, Indonesia menempati urutan ke empat setelah Vietnam dan Thailand dalam hal swasembada pangan. Bahkan Vietnam sering diakui sebagai negara paling mandiri di kawasan ASEAN karena hasil pertanian dan ketahanan pangannya yang kuat. Sehari-hari saya juga bisa melihat ini dari tempat tinggal saya di Malaysia dimana Vietnam dan Thailand merajai beras, buah dan sayur di berbagai groceries mart di sini. Sayang banget ya.. padahal negara kita jauh lebih luas.
Swasembada dalam Konteks Keluarga
Dalam konteks keluarga, swasembada mengacu pada kemampuan unit keluarga untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa bergantung pada bantuan eksternal untuk kebutuhan dasar. Ini termasuk:
- Kemandirian Finansial: Mendapatkan penghasilan yang cukup untuk menutupi pengeluaran seperti perumahan, makanan, perawatan kesehatan, dan pendidikan tanpa bergantung pada dukungan keuangan eksternal (seperti bantuan pemerintah atau pinjaman).
- Manajemen Sumber Daya: Keluarga bisa menanam makanan dan memelihara ternak mereka sendiri (melalui berkebun, ternak, kolam ikan dll), melakukan perbaikan di rumah dengan mengandalkan keterampilan, menyediakan energi mandiri di saat tidak ada ketersediaan dari luar (matahari, angin, air).
- Kesehatan :Mempunyai kebiasaan hidup sehat sehingga memiliki daya tahan tubuh yang baik dan tidak sering memerlukan layanan kesehatan dari luar.
- Dukungan Emosional: Anggota keluarga memberikan dukungan emosional dan psikologis satu sama lain dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi bersama-sama.
Keluarga mandiri cenderung banyak akal, mudah beradaptasi, dan mampu memenuhi sebagian besar kebutuhannya melalui kolaborasi dalam rumah tangga.
Swasembada di tingkat Individu
Bagi individu, swasembada adalah tentang otonomi pribadi dan kemampuan untuk mengelola hidup seseorang secara mandiri. Ini termasuk:
- Kemandirian Finansial: Mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan Anda tanpa bergantung pada orang lain (misalnya, orang tua, teman, atau bantuan pemerintah).
- Keterampilan dan Pengetahuan: Mampu melakukan tugas-tugas yang diperlukan sendiri, seperti memasak, budgeting, mengatur waktu, dan perawatan rumah dasar.
- Ketahanan Emosional dan Psikologis: Memiliki kekuatan emosional dan strategi kesehatan mental untuk mengatasi tantangan hidup, problem solving, tanpa terlalu banyak membutuhkan validasi eksternal.
- Kemampuan Pengambilan Keputusan: Kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab tentang kehidupan, karier, dan kesejahteraan pribadi.
- Kesehatan :Mempunyai kebiasaan hidup sehat sehingga memiliki daya tahan tubuh yang baik dan tidak sering memerlukan layanan kesehatan dari luar.
Seseorang yang mandiri dapat hidup mandiri, mempertahankan gaya hidup seimbang, dan memecahkan masalah melalui kemampuannya sendiri.
Nah.. ternyata banyak penelitian yang membuktikan bahwa keluarga dan pribadi yang mempunyai gaya hidup Self-Sufficient berkorelasi juga dengan kesehatan mental, ketahanan psikologis dan coping mechanism yang baik. Orang-orang yang terbiasa Self-Sufficient pada ketahanan dan kesiapan menghadapi krisis dan bencana. Individu yang mandiri cenderung menunjukkan tingkat kecemasan dan depresi yang lebih rendah
Truuus… bagaimana dong caranya supaya keluarga kita atau diri kita sendiri semakin meningkat keswasembadaannya? Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah :
Kemandirian Ekonomi
Mempunyai ketrampilan yang bisa menjadi sumber pendapatan, kewirausahan, ekonomi kreatif, e-commerse, dll. Saat ini dunia tanpa batas. Banyak ketrampilan dan layanan yang bisa diberikan melampaui batas negara seperti designing, programing, advertising, training, ebook, seni dll
Meningkatkan Kebersyukuran dan Rasa Cukup
Semakin hedonis seseorang, ketergantungannya terhadap pihak luar semakin tinggi. Tidak merasa cukup jika tidak menggunakan produk merek tertentu. Warna harus sama, jumlah harus banyak, harus mengikuti tren, dll. Seperti sekarang ini orang-orang demam boneka labubu yang giginya lancip-lancip 😊 hingga dikoleksi dalam jumlah yang banyak.
Berlatih Meningkatkan Ketahanan Pangan
Berkebun di rumah, nah ini adalah salah satu cita-cita saya dan sedikit demi sedikit mulai dirintis. Berkebun di rumah tentu tidak berguna kalau kita tidak suka sayur bukan 😊? Maka bagi yang apa-apa harus digoreng tepung, ganti deh terigunya dengan tapioka. Setidaknya kelak mungkin bisa diproduksi sendiri.
Budidaya ternak/ikan, mulai punya kolam ikan yang bisa dikonsumsi instead of kolam koi 😊, ternak ayam, kambing atau mungkin sapi? Jika tidak ada lahan mungkin bisa berkomunitas dengan keluarga-keluarga lain yang memiliki minat yang sama, sehingga dapat berjejaring dalam ketahanan pangan.
Belajar pengawetan makanan. Bisa berupa pengeringan, pengemasan dan fermentasi sehingga membantu mempertahankan pasokan makanan yang stabil.
Kemandirian Energi
Menggunakan energi terbarukan. Seperti panel surya, kincir air, tenaga angin dan biogas. Mungkin belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan energi. Tetapi bisa dimulai untuk menggantikan sebagian kebutuhan energi.
Praktik konservasi energi. Menerapkan langkah-langkah penghematan energi di rumah dapat membantu individu menurunkan tagihan listrik mereka dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi eksternal.
Memandirian Akademis dan Ketrampilan Praktis
Mampu melakukan homeschooling, mempelajari ketrampilan membangun sendiri dan memperbaiki kerusakan fasilitas di dalam rumah, daur ulang, pengolahan sampah, pertolongan pertama dan mengatasi kondisi darurat.
Menumbuhkan Ketahanan Fisik dan Psikologis
Membangun ketahanan fisik dan psikologis sangat penting untuk menjaga kemandirian . Melatih problem solving, manajemen stress, manajemen emosi , decision making, olahraga, menjaga pola makan seimbang, dan pengobatan herbal tradisional.
Membangun Jejaring Sosial
Tentu tidak mungkin satu keluarga menjadi palugada, apa lu mau gua ada 😊. Tentu ada keterbatasan di sana-sini. Maka, membangun hubungan sosial yang kuat dalam komunitas dapat meningkatkan ketahanan secara signifikan.. Rasa memiliki dan saling membantu dalam jaringan ini dapat menumbuhkan ketahanan kolektif yang menguntungkan semua anggota
Maka, yuk mulai melakukan refleksi diri, seberapa siap kita jika suatu ketika situasi mengharuskan kita untuk swasembada, baik dalam keluarga maupun sebagai individu.
Referensi
Fel, S., Jurek, K., & Lenart-Kłoś, K. (2022). Relationship between socio-demographic factors and posttraumatic stress disorder: a cross sectional study among civilian participants’ hostilities in ukraine. International Journal of Environmental Research and Public Health, 19(5), 2720. https://doi.org/10.3390/ijerph19052720
Hu, D., Kong, Y., Li, W., Han, Q., Zhang, X., Zhu, L., … & Zhu, J. (2020). Frontline nurses’ burnout, anxiety, depression, and fear statuses and their associated factors during the covid-19 outbreak in wuhan, china: a large-scale cross-sectional study. Eclinicalmedicine, 24, 100424. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2020.100424
Sugianto, D., Anna, J., & Sutanto, S. (2021). Pengaturan diri kesehatan dan self-compassion sebagai prediktor perilaku pencegahan covid-19 di kalangan sampel Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat. https://doi.org/10.24854/jpu409
(2018). Kemajuan ASEAN menuju tujuan pembangunan berkelanjutan dan peran IMF. Makalah Kebijakan Mf, 18(054), 1. https://doi.org/10.5089/9781498310208.007
Vannini, P. and Taggart, J. (2013). Onerous consumption: the alternative hedonism of off-grid domestic water use. Journal of Consumer Culture, 16(1), 80-100. https://doi.org/10.1177/1469540513509642














Tulisan ini adalah bentuk kesedihan mendalam saya atas beberapa “budaya” di masyarakat kita